Rayakan HUT ke-69, BIN dituntut makin profesional
Hari ini, Badan Intelijen Negara (BIN) merayakan hari jadinya yang ke-69
tahun. Di usianya kini, para anggotanya dituntut untuk semakin
profesional dan mampu menghadapi tantangan global.
"Usia BIN
hanya selisih 1 tahun dengan usia Republik Indonesia, tantangan
komunitas intelijen makin dinamis dan makin unik," ujar peneliti
intelijen Ridlwan Habib dalam siaran persnya di
Jakarta, Kamis (07/05).
BIN
pertama kali dibentuk hanya berselang setahun setelah naskah proklamasi
dibacakan. Lembaga pertama yang dibentuk diberi nama Badan Istimewa di
bawah pimpinan oleh Kolonel Zulkifli Lubis bersama 40 mantan tentara
Pembela Tanah Air (Peta) sebagai penyelidik militer khusus.
Para
personel pertama ini merupakan lulusan Sekolah Intelijen Militer Nakano,
yang didirikan Jepang di Indoensia pada 1943. Zulkifli Lubis merupakan
lulusan sekaligus komandan Intelijen pertama.
Untuk meningkatkan
kemampuannya, Badan Istimewa menggelar pelatihan khusus di daerah
Ambarawa Pada awal Mei 1946. Sekitar 30 pemuda lulusannya dilantik
menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) pada 7 Mei 1946.
Lembaga ini lah yang menjadi cikal bakal Badan Intelijen Negara.
Kini, tantangan yang dihadapi sudah berubah. BIN dituntut untuk dapat menguasai teknologi intelijen.
"Kita
hidup di era signal intelligence, imagery intelligence, open source
intelligence. Ini harus disambut dengan adaptasi kemampuan dan kultur
budaya intel BIN," kata alumni S2 Kajian Stratejik Universitas Indonesia
itu.
Sesuai semboyan BIN yakni Velox et Exactus, Ridlwan
berharap anggota intelijen bisa menghadirkan data yang cepat dan akurat
pada Presiden Joko Widodo sebagai satu-satunya user (pengguna) BIN.
"Informasi
yang masuk harus Velox atau cepat dianalisa. Karena kondisi sekarang,
data hari ini bisa jadi besok pagi sudah tidak relevan. Harus update,"
lanjut Ridlwan.
Namun, kecepatan itu tidak boleh menghilangkan
prinsip Exactus yakni akurasi. "Kemampuan menyamar, menggalang, dan
mencari data saja tidak cukup. Harus ada metode analisa yang efektif dan
mudah dipahami Presiden Jokowi," kata Ridlwan.
Ridlwan yang juga
koordinator eksekutif Indonesia Intelligence Institute itu
mencontohkan, keluhan warga di situs www.laporpresiden.org yang mencapai
100 laporan per hari. "BIN harus bisa memilah laporan itu,
menganalisanya, lalu memberikan saran kepada Presiden Jokowi secara
cepat namun tetap akurat," katanya.
BIN idealnya juga bisa
memasyarakatkan intelijen dan meng-intelijen-kan masyarakat agar negara
tetap aman dan tentram. "Jika kehidupan berjalan normal, itu berarti
intelijen berhasil. Tak perlu pujian dari masyarakat, karena memang itu
sifat dasarnya: berhasil tak dipuji, gagal dicacimaki, hilang tak
dicari, mati tak diakui," tutupnya.